Zakat Saham
Mau tanya mengenai zakat saham, bagaimana perhitungannya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kita lihat pengertian saham. Saham adalah surat berharga yang mewakili kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan. Saham dikeluarkan oleh perusahaan go public yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). (web ilmu akuntansi).
Kepemilikan sebuah perusahaan, bisa dalam bentuk kepemilikan aset atau komoditas yang dijual pihak perusahaan.
Sebelumnya, kita pahami beberapa ketentuan mengenai zakat perdagangan,
[1] Harta yang dizakati adalah harta yang hendak diperdagangkan, sementara barang yang tidak diperdagangkan, tidak diperhitungkan dalam zakat.
Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِى نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk membayar zakat terhadap barang yang hendak kami perdagangkan. (HR. Abu Daud 1564 dan didhaifkan al-Albani)
[2] Untuk barang yang dijual, perhitungan zakatnya mengacu pada harga pokok dan bukan harga jual. Karena untuk harga jual, di sana sudah ada tambahan margin (keuntungan). Sementara keuntungan itu baru didapatkan, jika barang itu sudah laku terjual.
[3] Penegasan, aset yang tidak dijual, seperti gedung, perlengkapan, kendaraan, dst, tidak diperhitungkan dalam zakat. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِى فَرَسِهِ وَغُلاَمِهِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim, terkait kudanya dan budaknya.” (HR. Ahmad 7295 dan Bukhari 1463)
Tujuan Pemilik Saham
Secara umum, pemilik saham bisa kita kelompokkan menjadi 2:
[1] Pemilik saham untuk diperdagangkan. Dia membeli saham bukan untuk investasi, tapi untuk dijual di pasar saham.
[2] Pemilik saham dalam rangka investasi. Dia membeli saham untuk mendapatkan dividen dan pembagian keuntugan dari perusahaan.
Dari dua latar belakang di atas, aturan zakat yang berlaku,
Untuk kelompok pertama, mereka yang membeli saham dengan maksud untuk diperdagangkan, maka status saham yang dia miliki dihukumi sebagaimana barang dagangan (urudh tijarah). Sehingga kewajiban dia untuk menghitung zakatnya. Tanpa memandang jenis usaha perusahaan yang mengeluarkan saham.
Nilai yang dijadikan acuan adalah harga saham setelah sempurna satu haul, atau pada saat pembayaran zakat.
Misalnya, di bulan Shafar 1436, si A memiliki 100 lembar saham perusahaan x dengan nilai 20jt/lembar saham. Total nilainya jauh di atas nishab. Ketika di bulan shafar 1437, indeks saham perusahaan x turun, harganya menjadi 18jt/lembar. Maka kewajiban zakat si A untuk sahamnya senilai: 2,5% x 18jt x 100 = 45jt.
Kelompok kedua, mereka yang membeli saham dengan tujuan untuk investasi. Untuk mendaptkan keuntungan dari dividen yang dia terima bulanan.
Para ulama berbeda pendapat dalam mendekati zakat saham investasi ini. Perbedaan ini kembali kepada bagaimana cara mereka memandang saham, (Fatwa Islam, no. 69912)
Pertama, saham ini dihukumi sebagai barang dagangan (urudh tijarah). Tanpa memandang apapun jenis usaha perusahaan yang menerbitkan saham. Cara perhitugan zakatnya, sama persis seperti saham kelompok pertama.
Ini merupakan pendapat Muhammad Abu Zuhrah, Abdurrahman bin Hasan, Abdul Wahhab Khallaf, dan yang lainnya.
Kedua, saham ini tidak dihukumi sebagai barang dagangan (urudh tijarah), tapi perhitungan zakatnya mengikuti jenis usaha dari perusahaan yang menerbitkan saham.
Mereka membagi perusahaan menjadi beberapa macam,
[1] Perusahaan jasa
Seperti hotel, apartemen yang disewakan, penerbangan, atau jasa transportasi lainnya.
Untuk jenis usaha ini, tidak ada zakat untuk saham. Karena barang yang disewakan, tidak dihitung zakatnya. Namun yang masuk perhitungan zakat adalah keuntungan yang didapatkan (dividen).
[2] Perusahaan pertanian
Seperti perkebunan, pengembangan pertanian.
Saham perusahaan bidang ini, mengikuti aturan zakat pertanian.
[3] Perusahaan produksi atau jual beli komoditas
Seperti perusahaan manufaktur atau jual beli ritel.
Zakatnya mengikuti aturan zakat perdagangan. Hanya saja, untuk nili aset tidak diperhitungkan.
Bagi pemegang saham, dia harus menghitung berapa persen kepemilikan dia terhadap barang yang diperdagangkan. Sementara dividen tidak dihitung, karena keuntungan baru didapatkan setelah barang laku terjual.
InsyaaAllah mendapat kedua ini yang lebih mendekati. Dan ini merupakan pendapat Syaikh Abdurrahman Isa sebagaimana dinyatakan dalam kitabnya, “al-Muamalat al-Haditsiyah wa Ahkamuha”, Syaikh Abdullah Albassam, dan Dr. Wahbah Zuhaili, sebagaimana keterangan di Majallah al-Majma’ al-Fiqhi (4/742).
Syaikh Albassam menyebutkan bahwa menghitung zakat saham dengan membedakan jenis usaha perusahaan yang menerbitkan saham, merupakan pendapat mayoritas ulama. (Majallah al-Majma’ al-Fiqhim, 4/1/725)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
PengusahaMuslim.com
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK